Pertemuan#1
Mata anak kecil itu mulai berair saat Sara akan berbalik untuk memanggil orang tuanya.
"Jangan nangis, aku panggil mama papaku dulu biar aku, kamu dan Cipang bisa diselamatkan."
"Jangan tinggalin aku sendiri disini. Aku gak suka ditinggalin!"
Anak tersebut cemberut sambil memegangi kainnya yang melorot.
Sara membenarkan posisi kain ditanganya sambil menghembuskan nafas panjang.
lalu akhirnya Sara memutuskan untuk memindahkan Cipang dahulu kepinggir jalan lalu berlari kecil menahan sakit dilututnya menuju anak kecil itu.
"Namamu siapa?"
"Soon."
"Soon? Hanya Soon?"
"Mamaku memanggilku begitu."
"Oke Soon, aku Sarania Arnada, panggil aja Sara.
Karena aku tidak suka melihat orang terluka maka aku akan
melupakan masalah Ciping sementara lalu akan membantumu.
Tubuhmu sangat kecil dan rapuh aku tidak akan tega melihatmu babak belur seperti Ciping."
"Siapa Ciping?"
"Ah itu sepedaku yang jatuh gara-gara kamu tidak hati-hati menabrakku."
"Maaf....."
"Sudahlah. Ayo naik."
Sara berjongkok didepannya. Sara memutuskan untuk menggendongnya.
Badannya yang kecil dan kurus membuat Sara bedik membayangkannya menaiki tanjakan ini dengan luka-luka dan kepala yang bocor.
"Aku bisa jalan."
"Tidak ini fasilitas dariku untuk anak baru spertimu. Kamu anak baru kan disini?"
"Iya...."
"Ayo naik!"
"Soon naik ke punggung Sara. Badannya yang kecil tidak begitu memberatkan
Sara namun tetap saja Sara menyerit menahan sakit luka di lututnya."
"Rumahmu yang mana?"
"Rumah coklat dengan halaman yang ada ayunan merahnya!"
"Rumah besar paling pojok itu?"
"Iya, kamu tau?"
"Tentu saja! Rumah itu besar dan aku selalu bermain di ayunan merah itu.
Kalau begitu aku akan berlari supaya kita cepat sampai atas lalu segera diobati lalu kita
akan segera sembuh lalu kita dapat bermain bersama!"
Soon mengangguk lalu tanpa sengaja melihat luka di lutut Sara.
"Tunggu kita jalan saja, aku ingin menikmati cahaya matahari sore-sore."
"Tidak. Kalau jalan pelan akan lama sampai diatas."
"TIDAK! Kalau kau mau lari turunkan aku disini saja!"
"Kau ini aneh! Aku takut kakimu akan patah dengan luka-luka di
sekujur badanmu yang kecil itu."
"Sara tidak memperdulikan rengekan Soon dan berlari menuju rumah Soon.
Tidak perlu waktu lama Sara sudah sampai dirumah Soon,
Sara mengetuk pintu putih yang kontras dengan dinding kayu coklat rumah Soon. Beberapa waktu kemudian seorang wanita cantik dengan tubuh semampai dan mata yang sama indahnya dengan Soon membukakan pintu rumah itu.
Tak perlu bukti apapun lagi Sara yakin itu adalah orang tua Soon."
"Halo, ada yang bis-ASTAGA APA YANG TERJADI?!"
Mama soon langsung menarik Soon yang sudah turun dari gendonganku, memutar-mutar tubuhnya yang kecil dan luka-luka.
"Tadi kami jatuh di tanjakan tante. Kepala Soon bocor jadi aku buru-buru membawanya kemari.
Tante tolong segera hubungi rumah sakit ya tante."
"OH TUHAN. Terima kasih gadis kecil, siapa namamu?"
"Sarania Arnada tante, panggil ajah Sara."
"Oh Tuhan, syukurlah ada kamu Sara. Soon anak yang manja kalau dia terluka mungkin dia hanya akan menangis sampai ada yang menolongnya."
Mama Soon melihat luka yang ada dilutut dan tanganku.
"Kamu juga terluka Sara? Kamu gak apa-apa?"
"Gak apa kok tante, aku udah biasa hehe."
"Tunggu sini bentar ya Sara tante mau telfon taxi dulu buat anter Soon sama tante ke rumah sakit."
"Kamu gak apa-apa Sara?"
“Aku gak apa-apa. Kamu seharusnya lebih menghawatirkan keadaan Ciping,
sepertinya dia lebih babak belur ketimbang kita bedua. Apa kepalamu masih sakit?"
"Iya, tadi aku sempat lihat ada darah di kain ini. Apa darah dikepalaku bocor?"
"Iya sedikit, tapi kamu gak usah khawatir, bendera kebangganku udah menahan darahnya kok!"
"Nih aku kembaliin."
Soon melepaskan kain yang ada dikepalanya dan memberikannya kepadaku,
beberapa detik kemudian darah mengucur kembali dari dahinya.
"Eitss, bawa ajah dulu gak apa Soon. Oh iya, ini aku punya sesuatu buat kamu. Nanti kalo abis dari dokter pake yah biar cepet sembuh!"
Sara menghitung luka Soon lalu mengambil plaster bergambar kartun di sakunya. Dua luka di kaki, satu ditangan dan satu dikepala. Lalu ia menghitung jumlah plester yang tersisa, pas empat buah.
"Nih, pas buat luka yang ini, ini, ini dan ini.
Itu plester terakhirku, jadi pastiin pakai yah Soon!"
"Terus kamu pake apa?"
"Ah udah gak apa, aku udah biasa jatuh. Nih bahkan plester di luka yang ini belum aku lepas."
Sara menunjukkan lengan belakangnya yang masih berplester dengan bangga sebelum akhirnya suara mobil berhenti didepan rumah Soon dan mama Soon keluar dengan membawa Tas tangan lalu menggendong Soon.
"Sara kamu ikut sekalian kerumah sakit yuk! Luka-lukamu perlu diobati juga."
"Gak usah tante aku udah biasa, sekarang tanteng buruan ke rumah sakit kepala Soon masih bocor tante!"
"Sara mendorong mama Soon lalu berlari pergi sambil mengayunkan tangan pada Soon dan mamanya."
"DADAAAH SOON!!"
Soon membalas ayunan tangan Sara lalu masuk kedalam mobil bersama mamanya.
HALO!
Malam telah tiba, setelah makan malam Sara langsung melesat kekamarnya menghindari omelan orang tuanya tentang luka-lukanya dan Ciping yang babak belur sore ini. Sara duduk didekat jendela dikamarnya, harap-harap cemas munggu suara mobil yang mengangkut ibu-ibu dan seorang anak wanita yang cantik namun tidak kunjung datang. Sara mengambil kertas dan mulai mengambar bintang malam itu. Sebenarnya Sara tidak begitu paham nama-nama rasi bintang meskipun ia sudah berusaha mempelajarinya.
Namun ia tetap suka menggambarkannya. Lalu tiba-tiba saat Sara asik menggambar ia mendengar suara mobil berhenti, ia melongok keluar jendela dan melihat Soon dan mama nya keluar dari mobil. Ia merasa lega Soon sudah terlihat baik-baik saja dengan perban dikepalanya. Ia hendak berteriak memanggil Soon untuk menanyakan kabarnya, namun Soon dan mamanya sudah terlanjur masuk rumah. Sara cemberut karena tidak sempat menanyakan kabar Soon dan akhirnya hanya menatap kosong ke jendela disebrang kamarnya. Namun lamunan Sara dibuyarkan oleh lampu jendela yang menyala, Sara yang melihat Soon masuk kekamar dengan mamanya tanpa sadar meunduk sembunyi dan mengintip dibalik jendela. Ia melihat mama Soon mengucapkan selamat tidur padanya lalu memberikannya ciuman hangat lalu pergi tanpa mematikan lampu kamar. Tanpa sadar Sara tersenyum lebar menyadari kamar Soon bersebrangan dengannya.
Tiba-tiba muncul ide dikepala Sara. Sara membuka jendela kamarnya dan mengambil beberapa batu di pot depan jendela kamarnya yang tertanam bunga matahari. Ia melemparnya pelan ke jendela kamar disebrangnya. Namun Soon tidak juga merespon, beberapa batu ia lempar kembali sampai akhirnya terlihat siluet anak kecil yang kurus bangun dari kasur lalu berdiri menuju jendela. Soon menyimbak tirai kain tipis yang hampir transparan lalu melihat Sara dengan senyuman lebar dan disebrang jendelanya memegang kertas.
“apa kamu sudah baik-baik saja ?😊”
Soon tidak dapat menyembunyikan senyumnya dan melupakan perih di kepalanya, ia segera mencari kertas dan alat tulis. Ia menemukan sebuah spidol merah dilacinya.
“ya ya ya ! semua berkat plastermu !”
Soon menunjukkan plaster-plaster yang dipasangnya di kaki dan tangannya.
“tapi aku belum bisa memasang di kepalaku karena masih ada ini ☹”
Soon menunjuk pada perban besarnya sambil cemberut. Sara tertawa, Soon gadis yang sangat imut dan manja.
“tidak apa-apa. sekarang tidur dan cepatlah sembuh lalu kita akan bermain bersama!”
Soon mengangguk sambil tersenyum lebar. Air mata mengalir diujung matanya.
“jagan cengeng! BYE!”
Sara menulis pesan terakhirnya lalu melambaikan tangannya. Soon membalasnya dengan lambaian tangan sambil mengusap air matanya lalu menutup jendelanya. Sara pun menutup jendelanya agar tidak ada hewan yan masuk, Sara tersenyum bahagia sambil melemparkan tubuhnya kekasur, akhirnya ia mempunyai seorang teman wanita di komplek ini. Ia sudah lelah berteman dengan teman-teman lelakinya yang sukanya saling bertengkar dan berusaha terlihat sok keren.
Teman selamanya!
Semenjak saat itu Soon dan Sara berteman baik. Mereka selalu bemain bersama selam libur sekolah beberapa minggu itu hingga akhirnya saat libur telah habis dan saatnya masuk sekolah. Sara sudah siap dengan kemeja putih dan rok merah khas anak Sekolah Dasar dengan tas punggung Pink di punggungnya. Rambutya dikuncir dua seperti biasanya, ia menunggu mamanya di halaman depan. Sara berangkat sekolah bersama dengan mamanya yang berangkat kerja. Ia melihat halaman rumah Soon yang tepat disebelah rumahnya lalu mendadak mengingatkannya ia tidak pernah menanyakan apakah Soon sekolah atau tidak dan dimana ia sekolah. Ia hendak menghampiri rumah Soon untuk menanyakan ia sekolah dimana namun mamanya sudah menarik tangannya untuk segera masuk mobil karena sudah hampir terlambat. Akhirnya ia berangkat sekolah tanpa tahu Soon sekolah dimana. Sesampainya dikelas Sara duduk di kursi nomor dua dari belakang dekat dengan jendela, Sara suka merasakan angin yang berhembus dari jendela menerpa kulitnya. Tidak ada yang spesial hari itu, matematika tetaplah sulit dan membosankan. Sara memutuskan mengambar beberapa bungga matahari dibelakang bukunya. Lalu keasikannya tiba-tiba teralihkan karena wali kelas yang mengajar Bahasa Indonesia masuk di tengah pelajaran matematika.
"Selamat siang anak-anak ibu punya pengumuman yang menyenangkan untuk kalian semua. Kalian akan mendapatkan teman baru yang sangat menarik. Oh iya teman kalian ini orang tuanya berasal dari negara yang jauh dari sini jadi kalian harus berteman baik dengannya yaa agar dia tidak kesepian."
Teman baru? Sara sontak mengehentikan aktivitas menggambarnya. Matanya penuh dengan semangat untuk mendapatkan teman baru. Ia meletakkan pensilnya dan menutup bukunya lalu fokus kedepan menanti kedatangan si anak baru. Sara sudah beinisiatif untuk mengajaknya main kerumah, pasti Soon akan senang bertemu dengan teman baru! Sara menahan tawanya membayangkan Soon yang malu-malu bertemu dengan siapapun teman barunya ini nanti.
"Ayo masuk, jangan malu-malu."
Pintu kelas dibuka, Sara sudah memfokuskan dirinya penuh pada teman barunya. Namun hal yang tidak terduga terjadi, sosok yang muncul dari balik pintu itu ualah sosok yang tidak asing lagi untuknya. Mata kecil indah kecoklatan yang jernih dan rambut coklat yang terlihat lezat namun tunggu rambut itu sudah dipangkas habis berbeda dengan sosok yang ia lihat disebrang jendela semalam namun tetap saja itu rambut coklat dan mata indah yang sangat ia kenal milik siapa lagi kalau bukan Soon. Tapi kenapa ia memangkas rambutnya, terlebih lagi yang membuat Sara kaget ialah Soon tidak memakai rok merah sepertinya tapi celana tiga perempat dengan dasi merah panjang yang seharusnya dipakai oleh laki-laki. Apa mamanya salah membelikan baju untuknya?
"Kenalkan teman-teman ini teman baru kita, namanya Kim Jasoon. Papanya berasal dari negeri yang jauh dari sini, jadi kalau kalian penasaran tentang dunia luar kalian bisa bertukar cerita dengan dia."
Soon berjalan menuju papan tulis lalu menulis namanya.
KIM JASOON
Lalu melingkari kata Jasoon dua kali.
"Kalian bisa memanggilku Jasoon. Aku baru pindah kesini bulan ini jadi masih banyak hal baru untukku, mohon bantuannya."
Lalu Soon membungkukkan badannya 90° di depan kelas membuat seisi kelas hening. Sara hanya dapat tercengang, ia tahu benar bahwa anak didepannya ialah Soon nya, Soon dari Jasoon, Jasoon adalah Kim Jasoon yang ada didepan kelas sekarng. Bukan karena Soon masuk sekolah atau bahkan kelas yang sama dengan Sara yang membuatnya kaget, mengetahui bahwa Soon adalah laki-laki yang membuatnya tidak dapat mengatup mulutnya. Setelah beberapa waktu membungkuk Soon kembali berdiri lalu tersenyum ke semua teman sekelasnya, senyum yang sama seperti senyum yang selalu Sara lihat. Sara masih tercengang tidak dapat berkata-kata dikagetkan oleh suara Soon yang memanggilnya dari depan kelas. Soon baru menyadari ternyata Sara beada disekolah bahkan satu kelas dengannya.
"SARA!"
Soon dengan santai melambaikan tangannya pada Sara, seisi kelas langsung menoleh pada Sara.
"Jason kenal sama Sara?"
Tanya wali kelas.
"Iya, Sara tetangga daan teman baikku!"
"Bagus lah kalau begitu, bagaimana kalau kamu duduk di belakang Sara saja? Gadis kamu pindah ke sebelah Rere ya biar Jason duduk disitu."
Soon atau lebih tepatnya sekarang Jasoon berjalan dengan senyuman lebar duduk dibelakang Sara.
"Baiklah kalau begitu Ibu harap kalian dapat berteman dengan baik dengan teman baru kalian, selamat belajar!"
Sara merasakan punggungnya ditepuk beberapa kali dari belakang. Sara menoleh dan memadangi Soon yang sama sekali terlihat tidak seperti Soon biasanya kecuali mata indahnya. Rambut cepaknya benar-benar membuatnya terlihat seperti anak lelaki pada umumnya. Sara yang hanya diam saja tidak membalas senyuman Soon membuatnya mengerutkan alisnya.
"Kenapa? Apa ada yang salah denganku?"
"Tidak, selama ini aku pikir kamu bukan laki-laki."
"Benarkah? Apa aku terlalu cantik untuk jadi laki-laki?"
Tanya Soon antusias.
"Tidak, kamu terlalu jelek untuk jadi laki-laki."
Jelas Sara berbohong.
"Tidak apa aku jelek asalkan kamu tetap mau jadi temanku, raa."
Sara tidak menyangka bahwa ada laki-laki seperti Soon yang tidak menyebalkan seperti laki-laki yang lain, seperti teman satu kelasnya, teman satu kompleknya ataupun ayahnya dan kakak laki-lakinya. Apa karena dia berbeda? Karena dia cantik seperti perempuan? Tanpa sadar Sara tersenyum lalu mengulurkan jari kelingkingnya pada Soon.
"Teman Selamanya?"
Soon langsung menyambut tangan Sara tanpa pikir panjang lagi.
"Selamanya Teman!"
Pada saat itu Sara tidak menyadari, makna menjadi teman selamanya sebenarnya, batasan-batasan yang ada dari kata teman, apa yang harus direlakan dan dilepaskan menjadi teman selamanya. Sara maupun Soon tak menyadari itu, bagi mereka berdua saat itu teman selamanya sudah bagai memiliki seluruh dunia dan seisinya.
apakah kau pernah memiliki seseorang yang terindah di hidup mu ?
ia sangat sempurna seperti lingkaran yang di gambar dengan
hitungan matematis
#bahasa #friendship #friendzone #ceritaindonesia
No comments:
Post a Comment